PANGANDARAN - Direktur Eksekutif Sarasa Institute, Tedi Yusnanda N, menyampaikan pandangannya terkait lambannya penanganan kasus dugaan korupsi di Kabupaten Pangandaran. Dalam peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia, ia menyoroti proses pemberantasan korupsi di Pangandaran yang terasa stagnan meski sejumlah indikasi telah muncul, Senin ( 9/12/2024)
"Beberapa waktu lalu kita mendengar kabar bahwa KPK turun ke Pangandaran, bahkan ada isu pemanggilan beberapa kepala dinas. Namun, langkah-langkah itu seolah hilang tanpa kejelasan, " ujar Tedi saat dihubungi melalui telepon selulernya di sela-sela kesibukannya.
Menurut Tedi, situasi ini semakin memprihatinkan karena kini Pangandaran tengah dalam masa transisi kepemimpinan kepala daerah. "Pergantian kepemimpinan justru menimbulkan kekhawatiran. Jangan sampai kasus dugaan korupsi di Pangandaran menguap begitu saja, karena petunjuk sudah cukup terang melalui Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK, " tegasnya.
Lambannya Proses dan Kritik terhadap KPK
Baca juga:
Ketua MA Teguhkan Komitmen Berantas Korupsi!
|
Tedi menilai lambannya proses penanganan kasus ini sebagai tanda lemahnya komitmen dan keberanian dalam memberantas korupsi. Ia juga mengkritik KPK yang seolah kehilangan daya di Pangandaran. "Kalau Presiden Prabowo Subianto mengatakan akan mengejar koruptor sampai ke Antartika, saya pikir kejar yang di Pangandaran dulu saja. Kita tidak membutuhkan retorika besar; yang kita butuhkan adalah langkah nyata, " sindirnya.
Tedi juga menyinggung dugaan bahwa KPK mungkin menghadapi hambatan tertentu dalam mengusut kasus di Pangandaran. "Apakah ini soal ketidakberanian atau ada kepentingan yang bermain? Ini yang perlu dijawab oleh KPK, " tambahnya.
Korupsi dalam Perspektif Sejarah dan Mitos
Sebagai seorang pengamat yang sering menghubungkan isu kontemporer dengan sejarah dan mitos, Tedi menjelaskan bahwa korupsi adalah persoalan universal yang telah menghancurkan banyak peradaban. Ia mengutip teori Edward Gibbon tentang kejatuhan Kekaisaran Romawi. "Korupsi adalah penghancur moral dan struktur pemerintahan. Pangandaran ini seperti miniatur dari apa yang terjadi di Romawi dulu: lemahnya kontrol dan penyalahgunaan kekuasaan."
Dari sisi mitologi, Tedi menyebut kisah Raja Midas sebagai cerminan keserakahan manusia modern. "Koruptor adalah Midas modern yang menyentuh anggaran publik untuk keuntungan pribadi. Bedanya, yang menjadi korban adalah rakyat kecil yang harus menanggung beban dari kerakusan itu, " ungkapnya.
Pesan Optimisme di Hari Anti Korupsi Sedunia
Meski memberikan kritik tajam, Tedi tetap mengajak masyarakat untuk menjadikan Hari Anti Korupsi Sedunia sebagai momentum semangat dan harapan. "Kita tidak boleh kehilangan semangat. Doa dan perjuangan harus terus dilakukan agar kasus-kasus dugaan korupsi di Pangandaran segera terbongkar, dan pelakunya dihukum sesuai ketentuan yang berlaku, " ujar Tedi.
Ia juga mengingatkan bahwa perjuangan melawan korupsi adalah bagian dari tanggung jawab moral setiap individu. Mengutip Mahatma Gandhi, Tedi mengatakan, "Korupsi adalah dosa yang memperbudak manusia pada keinginan duniawi. Perlawanan terhadapnya adalah jihad moral yang harus kita lakukan bersama."
Hari Anti Korupsi Sedunia ini, menurut Tedi, bukan hanya momen refleksi tetapi juga seruan aksi. Ia berharap para penegak hukum, pemerintah pusat, dan masyarakat terus bersinergi untuk mengungkap dan memberantas korupsi yang merugikan rakyat.
"Kalau Midas jatuh karena keserakahannya sendiri, jangan biarkan korupsi di Pangandaran membawa kehancuran yang lebih besar. Ini waktunya untuk bertindak, bukan diam, " pungkas Tedi.( JNI )