OPINI - Sarasa Pangandaran, melalui Direktur Eksekutif Tedi Yusnanda N, memberikan tanggapan resmi terkait jawaban Kepala BKPSDM Pangandaran, Wawan Kustaman, yang membenarkan adanya pelaksanaan Seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPTP) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pangandaran. Menurut pernyataan Wawan, seleksi ini telah mendapatkan rekomendasi dari Menpan RB dan saat ini sedang menunggu persetujuan dari Kemendagri. Wawan juga menegaskan bahwa seleksi tersebut bertujuan untuk mengisi kekosongan jabatan dan sudah memasuki tahap wawancara (terdapat dalam beberapa media online)
Namun, kami melihat adanya inkonsistensi dalam pelaksanaan seleksi ini. Berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 100.2.1.3/1575/SJ, yang mengingatkan kepala daerah untuk tidak melakukan pergantian pejabat dalam jangka waktu enam bulan sebelum penetapan pasangan calon hingga akhir masa jabatan, kecuali dengan persetujuan tertulis dari Mendagri. Larangan ini juga sejalan dengan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 terkait larangan bagi kepala daerah melakukan mutasi jabatan selama masa pemilihan. Namun demikian, proses seleksi tetap dilanjutkan oleh Pemkab Pangandaran, meskipun persetujuan dari Kemendagri belum diterima.
Baca juga:
Tony Rosyid: Anies-Kaesang Paslon Tunggal?
|
Sarasa Pangandaran mempertanyakan urgensi dan legalitas dari pelaksanaan seleksi ini yang dilakukan menjelang Pilkada Pangandaran 2024 serta mendekati masa cuti Bupati Pangandaran yang mencalonkan diri sebagai Gubernur Jawa Barat. Apa yang akan terjadi jika persetujuan dari Kemendagri tidak kunjung diterima? Tahap wawancara yang sudah dilaksanakan tentu akan menjadi mubazir dari segi anggaran, dan hal ini mencerminkan ketidakjelasan dalam pengelolaan keuangan daerah. Di samping itu, secara psikologis, situasi ini dapat menimbulkan rasa khawatir di kalangan pejabat terkait, karena adanya kesan bahwa proses ini dilakukan dengan tekanan, terutama ketika wawancara dilaksanakan di hari libur nasional, yakni tanggal 16 September 2024, sebagaimana diatur dalam SKB tentang Libur Nasional 2024 (Surat Keputusan Bersama No 236/2024, 1/2024)
Dari perspektif logika hukum, seharusnya seluruh proses seleksi baru dilaksanakan setelah persetujuan tertulis dari Kemendagri diperoleh, sesuai dengan asas hukum lex superior derogat legi inferiori yang menyatakan bahwa aturan yang lebih tinggi (dalam hal ini Undang-Undang dan Surat Edaran Mendagri) harus mengesampingkan aturan di bawahnya. Selain itu, secara lex specialis dan lex posterior, seharusnya surat edaran yang lebih khusus dan terbaru mengenai pengaturan Pilkada serta mutasi pejabat yang dikeluarkan Kemendagri memiliki kedudukan lebih kuat dibandingkan rekomendasi Menpan RB.
Tindakan mutasi atau seleksi jabatan tanpa adanya persetujuan dari otoritas yang berwenang di masa Pilkada dapat menimbulkan pelanggaran serius terhadap prinsip netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), yang diatur dalam berbagai regulasi termasuk Undang-Undang dan Surat Edaran Mendagri.
Oleh karena itu, Sarasa Pangandaran segera menyampaikan juga surat resmi kepada Menteri Dalam Negeri, Menpan RB, PLT Gubernur Jawa Barat, Bawaslu Pusat, Bawaslu Provinsi Jawa Barat, dan Bawaslu Kabupaten Pangandaran agar permasalahan ini dapat menjadi perhatian serius. Kami meminta adanya evaluasi yang mendalam terhadap proses ini, serta mengedepankan kepastian hukum agar netralitas ASN dalam Pilkada Pangandaran dapat terjamin sepenuhnya.
Kami berharap bahwa permasalahan ini dapat diselesaikan dengan tepat, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi dan ketentuan hukum yang berlaku.
Penulis:
Tedi Yusnanda
Direktur Eksekutif Sarasa Pangandaran