Pangandaran - Tedi Yusnanda N, pegiat Sarasa Pangandaran, dalam pernyataan terbarunya mengupas tajam pertarungan ide dan gagasan antara dua pasangan calon yang tengah bertarung dalam Pilkada Pangandaran. Dari perspektif komunikasi politik kontemporer, Tedi menggarisbawahi bagaimana tagline “Hudang” (Bangkit) yang diusung oleh pasangan Ujang Endin dan Dadang Solihat berhadapan langsung dengan tagline “Melesat” (Melanjutkan Lebih Pesat) milik pasangan Citra Pitriyami dan Ino Darsono. Kedua tagline ini, menurutnya, bukan sekadar kata-kata, tetapi merupakan refleksi dari strategi dan visi besar kedua kubu di tengah panasnya isu defisit APBD, mafia tanah, dan maraknya kemaksiatan yang tengah menggerogoti Pangandaran.
Tedi memandang bahwa tagline “Hudang” dari pasangan Ujang Endin dan Dadang Solihat adalah ajakan untuk kembali ke dasar, sebuah upaya untuk membangkitkan semangat yang telah lama padam. “Hudang” adalah simbol dari kebangkitan moral, sosial, dan ekonomi yang telah lama dinantikan masyarakat Pangandaran. Menurutnya, ini adalah pilihan yang relevan di tengah kondisi Pangandaran yang sedang terpuruk oleh berbagai isu serius. “Hudang” berarti memperbaiki pondasi yang rapuh, memastikan bahwa sebelum melangkah lebih jauh, Pangandaran harus berdiri kokoh terlebih dahulu.
Di sisi lain, Tedi mengakui bahwa “Melesat” dari pasangan Citra Pitriyami dan Ino Darsono juga memiliki daya tarik tersendiri, terutama bagi mereka yang menginginkan percepatan pembangunan. Dalam konteks komunikasi politik, “Melesat” menawarkan optimisme dan kecepatan, menempatkan Pangandaran sebagai wilayah yang tidak hanya siap untuk bangkit tetapi juga berlari menuju masa depan yang lebih cerah. Bagi pendukung tagline ini, Pangandaran tidak punya waktu untuk bangkit secara perlahan, melainkan harus segera melesat untuk mengejar ketertinggalan.
Namun, Tedi mengingatkan bahwa melesat tanpa memastikan pondasi yang kuat dapat berujung pada bencana. “Melesat” mungkin terdengar progresif, tetapi jika dilakukan tanpa persiapan yang matang, Pangandaran bisa tergelincir ke dalam jurang yang lebih dalam. Sementara itu, “Hudang” memang membutuhkan waktu dan kesabaran, namun ini adalah proses yang esensial untuk memastikan Pangandaran bisa melesat dengan aman di masa depan.
Dalam pandangan Tedi, pertarungan antara “Hudang” dan “Melesat” ini adalah cerminan dari dilema klasik dalam komunikasi politik: antara stabilitas dan percepatan. Ia melihat bahwa kedua gagasan ini sebenarnya saling melengkapi. “Pangandaran mungkin membutuhkan kebangkitan moral dan sosial sebelum bisa berlari lebih cepat, atau mungkin, dengan melesat itulah Pangandaran akan menemukan kembali kebangkitannya. Keduanya memiliki peran, namun pertanyaannya adalah, mana yang lebih dibutuhkan oleh Pangandaran saat ini?” ungkap Tedi.
Tedi juga menyoroti bahwa isu-isu seperti defisit APBD, mafia tanah, dan kemaksiatan di Pangandaran adalah tantangan besar yang tidak bisa diselesaikan dengan cepat. Dibutuhkan pendekatan yang lebih bijaksana, dan ini adalah ujian bagi kedua pasangan calon. “Apakah mereka bisa menghadapi tantangan ini dengan kebijakan yang tepat, atau apakah mereka hanya akan terjebak dalam retorika?” tambahnya.
Dengan segala kompleksitas yang ada, Tedi Yusnanda N mengajak masyarakat Pangandaran untuk berpikir kritis dan tidak terbawa arus kampanye semata. Baginya, tagline “Hudang” dan “Melesat” harus diinterpretasikan dengan bijak, karena masa depan Pangandaran bergantung pada keputusan yang diambil dalam Pilkada ini.
"Apakah Pangandaran akan memilih bangkit dulu baru melesat, atau langsung melesat tanpa menoleh ke belakang? Itu adalah pertanyaan besar yang harus dijawab oleh setiap warga Pangandaran, " pungkasnya.( JNI )